Wednesday, November 16, 2016

Ledakan Batu Akik

Koleksi batu akik






Belakangan batu akik tiba-tiba jadi primadona. Harga

jual dari pertambangan rakyat melonjak 500 persen. Di sentra penjualan batu

akik terbesar se-Asia Tenggara, Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur,

pedagang meraup untung hingga 400 persen dibandingkan tahun

sebelumnya.

Suara desing mesin gerinda terdengar sepanjang hari di sudut Kota Aceh.

Suara itu berasal dari ratusan batu alam yang sedang dipotong atau diasah di

rumah-rumah warga.

Demikian gambaran ledakan batu akik di "Negeri Serambi Mekkah".

Penggemar batu akik seperti idocrase dan giok terus tumbuh. Hampir di

semua pusat pertokoan, pasar tradisional, dan modern ada tempat

pengasahan dan penjualan batu alam.

Geriap batu akik juga terdengar di Kota Martapura, Kabupaten Banjar,

Kalimantan Selatan. Di sini akik bahkan sempat mendunia karena penemuan

intan di Pendulangan Cempaka, Sungai Tiung, Desa Pumpung, Cempaka,

pada 1965. Meski menghasilkan akik sejak 1960-an, batu-batu mulia baru

digandrungi sekitar dua tahun terakhir.

Sebelumnya, batu akik dari pendulangan tradisional Cempaka tidak mampu

mengimbangi kebesaran intan trisakti yang tersohor hingga ke luar negeri.

Banyak jenis batu alam dari pendulangan intan tradisional, antara lain

kecubung, fosil, amparan, badar besi, pirit, kelulut, dan merah borneo.

Oleh para perajin, bongkahan batu dibelah-belah dan digosok dengan cara

tradisional sehingga menghasilkan batu-batu yang indah dengan beragam

corak. "Petambang mendapatkan bongkahan batu itu paling tidak di

kedalaman 20 meter," kata Muhammad Aini (45), perajin perhiasan dan batu

permata di Desa Pumpung, Cempaka, Kota Banjarbaru.




Selain batu aceh dan batu martapura, jenis batu akik yang sedang naik daun

adalah batu bacan dari Pulau Bacan, Maluku Utara. Konon, bacan menjadi

primadona karena dipakai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan

Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Batu bacan terdiri dari dua jenis, yakni bacan doko dan bacan palamea.

Bacan doko umumnya berwarna hijau tua dan bacan palamea berwarna

kebiruan. Nama doko dan palamea merupakan nama desa di Pulau Bacan

tempat diambilnya batu-batu itu.

Harga melambung

Harga jual batu akik sangat bergantung pada warna, tingkat kejernihan,

ukuran, dan kekerasan batu. Batu bacan dengan berat 5 gram dijual Rp 3

juta-Rp 5 juta per butir. Fadly Sabban, warga Ambon, bahkan bisa menjual

batu bacan seberat 20 gram dengan harga Rp 30 juta-Rp 50 juta per butir.

Batu bacan kini menjadi batu termahal yang dilirik oleh pasar Taiwan hingga

Jepang.

Ketua Gabungan Pecinta Batu Alam (GaPBA) Aceh Nasrul Sufi mendata

jumlah penggemar batu akik terus meningkat. Pada 2011, penggemar batu

akik hanya sekitar 30 orang dan kini 50.000 orang. Harga batu aceh pun

melonjak drastis dibandingkan tahun lalu.

Pengusaha batu akik, Muhammad Syukur (33), menuturkan, setahun lalu

harga bahan mentah idocrase kualitas super dari petambangnya berkisar Rp

400.000 per kilogram. Kini harganya bisa Rp 100 juta-an per kg. GaPBA Aceh

mencatat, pebisnis batu akik melonjak hingga 15.000 orang di seluruh Aceh.

Fenomena batu akik terjadi ketika warga menemukan bahan mentah batu

alam jenis idocrase di Betung, Kabupaten Nagan Raya, pada 2013. Idocrase

kemudian menang dalam Indonesian Gemstones Competition and Exhibition

2013 dan 2014 di Jakarta.

Melihat ledakan permintaan, GaPBA Aceh membangun Sentra Kerajinan Batu

Alam Aceh di Ulee Lheue, Banda Aceh, pada November 2014 dengan

perputaran uang mencapai Rp 250 juta per hari. "Keuntungan yang didapat

para pebisnis itu 20-30 persen per hari dari semua perputaran uang tersebut,"

ujar Nasrul.

Geliat batu akik juga kentara di Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur, yang

dihuni 1.400 pedagang akik. Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pedagang

Pasar Rawa Bening Tanwir Lubis menyebut kenaikan omzet hingga 400

persen dibandingkan tahun lalu. Omzet pedagang grosiran kecil, seperti Kios

Batavia, mencapai Rp 20 juta per hari.

"Tren batu akik meledak lagi karena munculnya batu alam Indonesia. Batu

bacan, bengkulu, aceh, dan lampung. Dulu orang enggak perhatian. Saya

keliling seluruh daerah dan memang setiap daerah ada potensi batu akik,"

kata Tanwir.

Fenomena sesaat

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Mukhlis

Yunus, mencermati ledakan batu aceh ini sebagai fenomena sesaat layaknya

fenomena ikan louhan, tanaman anthurium, bunga euphorbia, beberapa tahun

lalu di Indonesia. "Hanya saja, karena benda mati, fenomena batu alam

kemungkinan bisa bertahan cukup lama," katanya.

Mukhlis mengimbau, masyarakat bersikap wajar dalam menyikapi ledakan

batu akik. Sebab, hingga kini, batu akik belum memiliki standar harga di

pasaran. Selain itu, batu tersebut belum memiliki sertifikasi yang bisa

menjaga harga dan keasliannya.

Kondisi itu bisa memicu perubahan yang tidak bisa diprediksi, yakni bisa terus

melonjak ataupun jatuh secara tiba-tiba. "Untuk itu, batu alam belum bisa

menjadi investasi jangka panjang seperti emas," tuturnya.

Demi keaslian batu akik, pemilik Laboratorium Tasbih Scientific Gemological

Laboratory di Pasar Rawa Bening, Yani Abdul Majid, mengimbau pencinta

batu akik untuk membuat sertifikasi batu. Setiap hari, Tasbih Gems Lab

mengeluarkan 20-30 sertifikasi batu yang antara lain berisi tentang asal-usul

batu. "Kalau bingung tentang keaslian batu, saya biasanya akan e-mail guru

ahli batu di India serta London," katanya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh Muhammad Nur menilai,

musim batu aceh turut mengancam kelestarian alam di lokasi sumber bahan

batu, seperti di Nagan Raya dan Aceh Tengah.

"Situasi itu bisa memicu masyarakat melakukan penambangan secara masif

tanpa memikirkan dampak buruk terhadap lingkungan," ujarnya. Apalagi

merujuk data GaPBA Aceh, ada sekitar 1.000 pencari batu dalam sehari di

Nagan Raya dan Aceh Tengah.

Ledakan batu akik yang terbentuk dari aktivitas magma ini memang

menggiurkan. Harga yang melambung tinggi membuat orang terlena. Boleh

saja jatuh cinta pada kecantikan akik, asal tidak kecanduan lalu menyesal

kemudian.



Artis-V.blogspot.com

No comments:

Post a Comment